Monday, March 30, 2009

Janganlah bersedih


Rasulullah saww bersabda, ”Barangsiapa yang memandang kepada apa yang ada pada tangan manusia niscaya panjanglah kesedihannya dan kekallah duka citanya” (Bihar al-Anwar 77 : 172)

Tak seorang pun yang tak pernah merasakan kesedihan. Jika Anda seorang milyarder sekali pun, pastilah Anda pernah merasa sedih. Kesedihan datang tidak memandang bulu, apakah ia seorang kaya, miskin, tua, muda, pria, wanita, hatta para nabi dan orang-orang suci pun pernah mengalaminya.

Bagaimanapun kesedihan adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kadang manusia merasa bahagia, dan terkadang pula ia mengalami kesedihan. Tapi apakah sebenarnya kesedihan itu?

Apakah Kesedihan itu?
Seperti perasaan-perasaan lainnya kesedihan tak bisa kita definisikan. Kita hanya bisa melihat tanda-tandanya seperti : kelopak mata yang sayu, bahkan yang sering terjadi adalah airmata menetes atau menangis, kepala senantiasa menunduk, otot-otot melemah, dada menjadi sesak, bibir diturunkan (cemberut). Walaupun semua tanda-tanda ini tidak mutlak sifatnya, namun hampir semua perasaan manusia bisa kita lihat dari bola matanya.

Itulah sebabnya ada ungkapan “Pancaran sinar matamu adalah cermin jiwamu”. Kesedihan dan kegembiraan seseorang bisa kita lihat dari sinar matanya atau air mukanya secara keseluruhan.

Dua Macam Kesedihan
Imam Ali as berkata, “Barangsiapa yang sedih atas urusan dunia, maka dia telah marah pada keputusan Allah…” (Nahjul Balaghah, Hikmah 228)

Perasaan sedih seseorang yang berlebihan atas masalah-masalah duniawinya menunjukkan bahwa ia tidak rela atau ridha atas qadla dan qadar yang telah ditetapkan Allah atasnya. Allah Swt tidak melarang siapa pun yang sedang mengalami kesedihan, toh kesedihan itu merupakan salah satu sifat alami manusia.

Namun jika kesedihan tersebut menjadi berlebihan, yaitu ia tidak lagi mau bersabar atas kesulitan yang dihadapinya, maka Allah Swt menjadi murka kepadanya.

Mungkin hal inilah yang dimaksud dalam perkataan Imam Ja’far al-Shadiq as : “Barangsiapa yang di pagi harinya disedihkan oleh urusan dunia, maka di pagi itu dia berada dalam murka Tuhannya.” (Bihar al-Anwar 77:43)

Nah, inilah yang disebut sebagai kesedihan atas perkara-perkara duniawi.

Para awliya’ (kekasih-kekasih) Allah tidaklah merasa sedih dengan urusan-urusan duniawi mereka. Mereka juga tidak merasa takut dan gentar atas apa yang terjadi atas diri mereka jika semua kesulitan maupun penderitaan itu menyangkut urusan duniawi belaka.

Allah Swt menyifatkan orang-orang seperti ini di dalam Al-Quran yang mulia : “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS Yunus [10] ayat 62)

Namun jika kesedihan itu menyangkut urusan akhirat, seperti kesedihan karena perbuatan dosa atau maksiat yang dilakukannya, maka kesedihan yang seperti ini adalah kesedihan yang terpuji.

Rasulullah Saw diriwayatkan pernah berwasiat kepada sahabat Abu Dzar : “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya orang mukmin itu lebih gelisah terhadap dosanya melebihi kegelisahan seekor burung ketika dimasukkan ke dalam sangkar.” (Al-Thabarsi, Makarim al-Akhlaq, Bab Wasiat Rasulullah Saw kepada Abu Dzar)


Kredit: Google

0 comments:

 

Malang seorang aku yang abnormal © 2008. Design By: SkinCorner